Mengenal Kontrak Politik

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sebuah naskah perjanjian yang ingin dikategorikan sebagai kontrak ( termasuk Kontrak Politik ) :

Sebuah kontrak dibuat oleh para pihak yang jelas dengan asas kebebasan berkontrak. Jadi jika ada caleg membuat kontrak politik dengan suatu komunitas (rakyat), harusnya jelas rakyat yang mana. Dan penandatangan yang mewakili komunitas tersebut idealnya membutuhkan surat kuasa dari anggota komunitas.  

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, seharusnya poin-poin kontrak (klausula, biasanya terdiri dari pasal-pasal perjanjian) harusnya dibuat secara bersama-sama pula, setelah disepakati bersama, kemudian barulah kontrak ditandatangani. 

Jika yang membuat kontrak politik adalah (hanyalah) partai dengan para Calegnya, maka kontrak itu hanya memposisikan rakyat kebanyakan sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga ini (rakyat biasa) tidak bisa secara langsung menggugat/menuntut bila terjadi pelanggaran klausula kontrak. 

Jadi, bila anda tidak ikut sebagai penandatangan suatu kontrak politik (misalnya Sembako murah), maka posisi anda adalah sebagai pihak ketiga, yang tidak serta-merta bisa ikut menggugat bila ternyata Sembako nantinya tetap mahal. 

Kemudian, idealnya klausula (isi kontrak) haruslah dibuat secara jelas dan terukur. Sehingga dengan demikian akan jelas indikator bila sukses (tercapai) atau tidaknya. Kontrak politik Sembako murah misalnya, harus jelas apa saja sembako yang dimaksudkan dan berapa harga yang disebut murah tersebut. Juga kapan target waktunya. 

Kontrak (termasuk kontrak politik) yang dibuat juga tidak boleh melanggar kesusilaan dan hukum. Maka (misalnya) jika ada Caleg yang berkontrak politik akan "membantu" komunitas warga tertentu bila terpilih, haruslah diperjelas bahwa nantinya perbuatan pemenuhan kontrak politik ini bukan KKN. Hal lain yang idealnya ada dalam sebuah kontrak, selain cara-cara pemenuhan kontrak, juga kesepakatan cara dan proses melakukan tuntutan jika sebuah kontrak gagal dipenuhi oleh pihak yang menjanjikan sesuatu. 

Beberapa hal di atas hanyalah sebagian kecil dari asas-asas berkontrak, yang akan memposisikan apakah sebuah kontrak benar-benar memiliki kekuatan hukum, atau sekadar bermuatan norma sosial yang sulit untuk "diklaim". Jika isi klausula kontrak politik ternyata banyak mengandung hal-hal yang (secara hukum) kabur, terntunya hal ini adalah bentuk dari upaya manipulasi. 

 This article Taken from :Mediansyah@www.WikiMu.com